BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Imam Bukhari
adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga
kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan
Ibnu Majah. Namanya sangat dikenal dalam sejarah Islam, terutama oleh para
insan yang berkecimpung dalam bidang ilmu hadits. Sebagian ulama menyebutnya
dengan julukan Amirul Mu’minin fil Hadits (pemimpin kaum mu’min dalam
hal ilmu hadits).
Kemampuan dan
kecerdasan Bukhari mendapat pujian dari ulama, rekan, maupun generasi
sesudahnya. Imam Abu Hatim Al-Razi misalnya, berkata: “Khurasan belum pernah
melahirkan seorang yang melebihi Bukhari. Di Irak pun tidak ada yang melebihi
darinya.” Demikian juga dengan Imam Muslim pernah mencium diantara kedua mata
Imam Bukhari seraya berkata: “Guru, biarkan aku mencium kedua kakimu. Engkaulah
Imam ahli hadits dan dokter penyakit hadits.”[1]
Demikian besar jasa
dan pengaruh Imam Bukhari dalam bidang keagamaan, khususnya dalam persoalan
hadits. Maka pada makalah yang sederhana ini penulis akan mencoba membahas
hal-hal yang berkaitan dengan Imam Bukhari sang Amirul Mukminin fil Hadits.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi singkat seorang Imam Al-Bukhari?
2.
Bagaimana
kekuatan Imam Al-Bukhari dalam menghafal?
3.
Siapa
saja guru Imam Al-Bukhari?
4.
Siapa
saja murid Imam Al-Bukhari?
5.
Apa
saja karya Imam Al-Bukhari?
6.
Kapan
wafatnya Imam Al-Bukhari?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
biografi singkat tentan Imam Al-Bukhari.
2.
Mengetahui
bagaimana kekuatan hafalan Imam Al-Bukhari.
3.
Mengetahui
siapa saja guru Imam Al-Bukhari.
4.
Mengtetahui
siapa saja murid Imam Al-Bukhari.
5.
Mengetahui
apa saja karya Imam Al-Bukhari.
6.
Mengetahui
wafatnya Imam Al-Bukhari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Singkat Imam Al-Bukhari
Nama lengkap tokoh ini Abu Abdillah Muhammad
ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizyah Al-Jufri Al-Bukhari. Ia
lahir pada hari Jum’at 13 syawal 194 H = 21 Juli 810 M[2] di
kota Bukhara (suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni Soviet, yang merupakan
simpang jalan antara Rusia, Persia, Hindia dan Tiongkok). Untuk mengetahui
bentuk fisik Al-Bukhari, Imam Ibnu ‘Adi mengatakan, “Aku pernah mendengar Hasan
bin Husain Al-Bazzaz, aku melihat Muhammad bin Ismail seorang yang berbadan
kurus, tidak tinggi dan tidak (juga) pendek”.[3] Ayahnya
seorang alim di bidang hadits, mempelajari dari sejumlah ulama terkenal,
seperti Imam Malik ibn Anas, Hammad ibn Zaid dan Ibn al-Mubarak.[4] Ketika
Al-Bukhari masih kecil ayahnya meninggal. Nasibnya masih beruntung karena
ayahnya tergolong orang yang berada, sehingga hidupnya tidak terlalu sengsara,
karena mewarisi kekayaan ayahnya. Tampaknya spesialisasi ayahnya inlah yang
mengilhami Al-Bukhari untuk menekuni hadits. Al-Bukhari tumbuh dan berkembang
dalam tarbiyah dan asuhan ibu.
Kakeknya yang nomor 3 diatasnya
masih memakai nama Persi, yaitu Bardizbeh, dan belum memeluk Islam, masih beragama
Zoroaster. Barulah kakeknya nomor 2 memasuki agama Islam dangan nama “Mughirah.
Meskipun masa keislaman bagi keluarganya masih baru sekali, barulah dalam 3 ali
keturunan, tetapi kekuatannya beragama cukup terkenal, dan sudah menduduki
tempat yang terhormat di dalam keislaman. Ayahnya bernama Ismail, termasyhur
seorang ulama, yang sangat shaleh dan bersih kehidupannya.
Pada masa kanak-kanak, Al-Bukhari
sempat mengalami kebutaan. Suatu malam, sang ibu bermimpi melihat Ibrahim
al-Khalil alaihissalam dan berkata kepada ibunya, “Wahai wanita, Allah
telah mengembalikan penglihatan kepada anakmukarena engkau banyak menangis
(banyak berdo’a)”. Di pagi harinya, penglihatan putranya kembali normal.
Imam Al-Bukhari memulai perjalanan
ilmiahnya sejak dini. Beliau telah menghafalkan Al-Qur’an sejak kecil juga.
Inilah salah satu faktor Allah mengilhamkan pada Muhammad bin Ismail kecil
untuk menyenangi menghafal hadits-hadits Nabi SAW. Imam Al-Bukhari
menceritakan, Aku diberi ilham untuk menghafal hadits sejak aku masih di
madrasah. Saat itu, usiaku sekitar 10 tahun, hingga aku keluar dari madrasah itu
pada usia 10 tahun. Aku mulai belajar kepada Ad-Dakhili dan ulama lainnya.
Suatu saat, beliau membacakan satu hadits dihadapan orang-orang (dengan sanad
dari) Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim. Maka aku berkata kepadanya,
“Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan (hadits) dari Ibrahim”. Ia pun
menghardikku. Lantas aku berkata, “Coba telitilah kembali kitab aslinya”. Ia
pun memasuki rumah dan meneliti kembali, kemudian keluar dan bertanya,
“Bagaimana penjelasannya wahai anak muda?”. Aku menjawab, “(Yang dimaksud)
adalah Zubair bin Adi dari Ibrahim.”. beliau lantas mengambil penaku dan
mengoreksi kitabnya, seraya berkata, “engkau benar”.
Imam Al-Bukhari juga pernah
menceritakan, Aku pernah belajar kepada para fuqaha Marw. Saat itu aku masih
kanak-kanak. Jika aku datang menghadiri majlis mereka, aku malu mengucapkan
salam kepada mereka. Salah seorang dari mereka berkata kepadaku, “Berapa banyak
(hadits) yang telah engkau tulis?”. Aku menjawab, “Dua (hadits)”. Orang-orang
yang hadir pun tertawa. Lalu salah seorang Syaikh berkata, “Janganlah kalian
menertawakannya. Bisa jadi suatu saat nanti justru dia yang menertawakan kalian”.
Bukhari mulai belajar hadits saat masih
muda, bahkan masih kurang 10 tahun. Pada usia 16 tahun, dia telah menghafal
banyak kitab ulama terkenal, seperti Ibn al-Mubarak, Waki’, dan sebagainya. Ia
tidak berhenti pada menghafal hadits dan kitab para ulama awal, tapi juga
mempelajari biografi seluruh periwayat yang ambil dibagian dalam periwayatan
suatu hadits, tanggal kelahiran dan wafat, tempat lahir mereka dan sebagainya.[5] Imam
Bukhari pernah berkata: “Saya tidak akan meriwayatkan hadits yang kuterima dari
sahabat dan tabi’in, sebelum aku mengetahui tanggal kelahiran, hari wafatnya
dan tempat tinggalnya. Aku juga tidak akan meriwayatkan hadits mauquf [6]
dari sahabat dan tabi’in, kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari kitabullah
dan sunnah Rasulullah SAW.”
Kemudian pada usia 17 tahun beliau telah
dipercaya oleh salah seorang gurunya Muhammad bin Salam Al-Bikandi untuk mengoreksi
karangan-karangannya. Bersama ibu dan saudaranya, pada usia 18 tahun, Al-Bukhari
pergi haji ke Mekkah. Beliau tetap bertahan di kota suci itu untuk meneruskan mendalami
hadits bersama para ulama di sana, sementara keluarganya pulang.
Beliau pernah merantau ke negeri
Syam, Mesir Jazirah sampai dua kali, ke Basrah empat kali, ke Hijaz bermuqim 6
tahun dan pergi ke Baghdad bersama-sama para ahli hadits yang lain sampai
delapan kali. Dalam salah satu perjalanan kepada Adam bin Abu Ayas, ia
kehabisan uang. Tanpa uang sepersenpun, dia hidup sementara dengan daun-daun
tumbuhan liar. Dia seorang penembak jitu, dan suka latihan agar siap berjihad
sewaktu-waktu.[7]
Menurut pengakuannya, kitab hadits yang ditulisnya membutuhkan jumlah guru
tidak kurang dari 1.080 orang guru hadits.[8]
B.
Kekuatan Hafalan Imam Al-Bukhari
Kekuatan hafalan Imam Al-Bukhari
sudah terakui oleh para ulama di masanya. Bahkan banyak yang menyampaikan kalau
beliau langsung menghafal suatu kitab hanya dengan membacanya sekali saja. Bukhari
diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Hasyid bin Ismail.
Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya
mengikuti kuliah dan ceramah cendikiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya,
Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu
karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tidak menjawab. Suatu hari, karena
merasa kesal terhadap celaan itu. Bukhari meminta mereka membawa catatan
mereka, kemudian dia membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan dalam
kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari
ternyata hafal diluar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang
tidak sempat mereka catat.[9]
Riwayat populer tentang kebesaran Al-Bukhari
sebagai ulama hadits adalah ketika ia memasuki kota Baghdad. Di sana ia terlibat
dalam suatu majlis ulama hadits. Terdapat 10 orang ulama yang masing-masing
membacakan 10 hadits dengan sanad dan mantan yang di jungkir balikan. Beberapa
orang dicoba untuk memberi komentar tentang hadis yang dibacakan tadi. Tidak seorang
pun melaksanakan tugas dengan memuaskan. Akhirnya Al-Bukhari tampil memberi komentar
satu persatu hadits. Hadits pertama terdapat keterbalikan sanad begini dan
mantan begini, seharusnya begini. Untuk hadits kedua juga demikian. Demikian ia
berkomentar hingga orang kesepuluh, sehingga genap kesepuluh, sehinnga genap
seluruhnya seratus hadits. Tidak seorang ulama pun membantah atas komentar Al-Bukhari
tersebut. Karenanya tidak heran kalau hadits riwayat Al-Bukhari dinilai paling
berkualitas di banding dengan riwayat lain.[10] Yang
paling mengagumkan, bukanlah ia mampu menjawab secara benar, tetapi, bagaimana
dia mampu menyebutkan hadis yang sanad dan matannya tidak karuan seperti yang
telah dibacakan sang penanya, padahal ia mendengar hanya sekali saja.
Di Samarkand, beliau pun mengahadapi
hal yang sama. Empat ratus ulama hadits menguji beliau dengan hadits-hadits
yang sanad-sanad dan nama rijal (para perawi) yang telah dicampuradukkan,
menempatkan sanad penduduk Syam ke dalam sanad penduduk Irak, meletakkan matan
hadits bukan pada sanadnya. Lantas, mereka membacakan hadits-hadits dan
sanad-sanadnya yang sudah campur aduk ini ke hadapan Imam Al-Bukhari. Dengan
sigap, beliau mengoreksi semua hadits dan sanad itu kemudian menyatukan setiap
hadits dengan sanadnya yang benar. Para ulama yang menyaksikan itu, tidak mampu
menjumpai satu kesalahan dalam peletakan matan maupun penempatan posisi para
perawi. (As-Siyar 12/411, Al-Bidayah 11/22)
Dua kejadian tersebut sudah sangat
cukup menjadi petunjuk akan kekuatan dan kekokohan daya ingat Imam Al-Bukhari,
sebab tanpa persiapan sedikit pun dan tidak mengetahui apa yang akan ia hadapi,
ternyata beliau mampu melewati ‘ujian’ tersebut.
Abu Ja’far pernah menanyakan kepada
Abu Abdillah (Imam Al-Bukhari), “Apakah engkau hafal seluruh (riwayat) yang
engkau masukkan dalam kitabmu?”. “Tidak ada yang kabur pada (hafalan) ku
seluruhnya”. (As-Siyar:12/403)
Al-Allamah Al-Aini Al-Hanafi
berkata, “Imam Al-Bukhari adalah seorang yang hafizh, cerdas, cerdik dan
cermat. Ia memiliki kemampuan menjelaskan dengan jeli kemampuan mengingatnya
sudah masyhur dan disaksikan para ulama yang tsiqah.”
Mengenai cara menghasilkan daya
ingat yang kuat, beliau tidak memandang adanya makanan atau minuman yang perlu
dikonsumsi seseorang untuk menguatkan hafalannya. Kata beliau:
لَا
أَعْلَمَ شَيْئًا أَنْفَعَ لِلْحِفْظِ مِنْ نَهْمَةِ الرَّجُلِ وَمُدَاوَمَةِ النَّظَرِ
Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat
(menguatkan) hafalan daripada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah
(tulisan).[11]
Dalam melakukan kritik terhadap
hadits yang diterimanya, beliau tidak pernah memojokkan. Diantara kritik yang
sering dipakai Imam Bukhari adalah: tarakuuhu (para ulama meninggalkan),
as-saqith (hadits riwayatnya jatuh), fihi nadzar (padanya ada
yang perlu diperhatikan), sakatuu anhu (para ulama lebih memilih diam
terhadapnya) dan sebagainya. Beliau jarang sekali menggunakan istilah wadhdha’
(pembuat hadits maudhu’) atau kadzdzab (pembohong).[12] Oleh
karena itu, pernyataan paling keras yang dapat dijumpai adalah munkar
al-hadits (hadits mungkar). Perawi-perawi hadits yang mempunyai cacat/aib
tidak pernah ia gunjingkan ataupun mencelanya di tengah umum. Tetapi kata yang
dipergunakannya: tidak terpenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk
mengakuinya sebagai hadits shahih.
C. Guru-guru Imam Al-Bukhari dan Tingkatannya
Dalam perjalanannya di berbagai Negara, Imam Bukhari bertemu dengan
guru-guru terkemuka yang dapat dipercaya. Beliau mengatakan: “Aku menulis
hadits dari 1080 guru yang semuanya adalah ahli hadits dan berpendirian bahwa
iman itu adalah ucapan dan perbuatan.” Diantara para guru itu adalah Ali bin
Madini, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi, Maki
bin Ibrahim Al-Bakhli, Muhammad bin Yusuf Al-Baykandi dan Ibnu Rawawaih. Jumlah
guru yang haditsnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 guru.[13]
Guru-guru Al-Bukhari menurut Al-Hafizh terbagi menjadi 5 tingkatan,
yaitu:
1. Pertama, orang yang menerima hadits dari tabi’in. Mereka yang termasuk dalam
kelas ini antara lain: Muhammad bin Abdillah Al-Ansyari yang meperoleh hadits
dari Humaid; Maki bin Ibrahim dari Yazid bin Abi Ubaid; Abu Ashim An-Nabil dari
Yazid bin Abi Ubaid; Ubaidilah bin
Musa dari Ismail bin Abi Khalid; Abu Nu’aim dari Al-‘Amasy; Khallad bin Yahya
dari Isa bin Thuhman; dan Ayyasy dan Isham bin Khalid yang meriwayatkan hadits
dari Huraiz bin Utsman. Secara singkat, guru-guru mereka adalah tabi’in.
2. Kedua, orang lain yang semasa dengan kelompok pertama, akan tetapi mereka
tidak mendengar dari kelompok tabi’in yang tsiqah. Orang yang termasuk dalam
kelompok ini antara lain: Adam bin Abi Iyas, Abu Mashar Abdul A’la bin Mashar,
Said bin Abi Maryam, Ayyub bin Sulaiman bin Bilal dan lain-lain.
3.
Ketiga,
ini merupakan tingkatan paling tengah diantara sekian banyak
guru-guru Al-Bukhari. Mereka yang termasuk ke dalam klasifikasi tingkatan ini tidak
bertemu para tabi’in. Oleh karena itu, mereka hanya mendapatkan hadits dari
kelompok tabi’at-tabi’in. Mereka yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
Sulaiman bin Harb, Qutaidah bin Said, Nu’aim bin Hammad, Ali bin Al-Madini,
Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Ruhawaih, Abu Bakar bin Abi
Syaibah, Utsman bin Abi Syaibah dan lain-lain. Pada tingkatan ketiga ini Imam
Muslim juga meriwayatkan hadits dari mereka.
4.
Keempat,
mereka termasuk dalam tingkatan ini pada dasarnya sama dengan
tingkat ketiga dalam mendapatkan hadits. Letak perbedaannya, kalau tingkat
ketiga lebih dahulu mendengar dan mendapatkan hadits daripada tingkatan keempat
ini. Orang yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain; Muhammad bin
YahyaAdz-Dzuhuli, Abu Hatim Ar-Razi, Muhammad bin Abdirrahim Sha’iqah, Abd bin
Humaid, Ahmad bin An-Nadhr dan ulama sekelasnya.
5.
Kelima, sekelompok orang yang haditsnya hanya dipakai pertimbangan dalam
menentukan usia para perawi hadits maupun dalam jalur periwayatan hadits. Imam
Al-Bukhari mengambil hadits dari kelompok ini karena adanya manfaat. Mereka
yang termasuk dalam klasifikasi kelompok tingkat kelima ini antara lain;
Abdullah bin Hammad, Al-Amali, Abdullah bin Al-Ash Al-Khawarizmi, Husain bin
Muhammad Al-Qabbani dan yang sejenisnya. Jumlah hadits yang diriwayatkan Imam
Al-Bukhari dari guru tingkatan kelima ini jumlahnya sangat sedikit.[14]
D.
Imam Al-Bukhari Guru Para Imam Hadits
Dengan warisan bakat dari ayahnya
yang juga merupakan ahli hadits serta telah banyak menghafal hadits-hadits
sejak kecil, pantaslah jika Imam Bukhari dijadikan guru oleh para imam hadits.
Pernah, orang-orang berilmu dari
kota Basrah berjalan di belakang beliau untuk mendengarkan hadits dan akhirnya
mereka bisa menghentikan beliau di satu jalan. Ribuan orang duduk di dekat
beliau. Kebanyakan dari mereka menulis riwayat dari beliau. Waktu itu, beliau
masih seorang remaja yang belum tumbuh jenggotnya. Beliau diminta untuk duduk
di satu jalan dan memperdengarkan riwayat-riwayat hadits.
Kedalaman ilmunya dalam bidang
hadits yang didukung oleh intelegensi dan daya ingat yang luar biasa, serta
pemahaman tentang kandungan hadits dan penguasaan rijaalul hadits dan illah-illahnya
membentuk beliau menjadi seorang pakar hadits terkemuka sepanjang zaman.
Kelebihan-kelebihan ini jelas menarik minat para penuntut ilmu untuk menghadiri
majlis ilmunya.
Banyak nama-nama terkenal menghiasi
daftar orang-orang yang berguru pada Imam Al-Bukhari. Diantara mereka adalah
Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, Imam Abu Hatim, Imam Ibnu Abi Dunya, Imam
Ibrahim bin Ishaq Al-Harbi, Imam Ibnu Khuzaimah.[15]
E.
Karya Imam Al-Bukhari
Diantara puluhan kitabnya, yang
paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami’ As-Shahih
yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik
tentang penyusunan kitab ini, suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan
Nabi Muhammad SAW. seolah-olah Nabi berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu
menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam
Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang
dalam sejumlah hadits Rasulullah. Mimpi inilah antara lain yang mendorong
beliau untuk menulis kitab Al-Jami’ As-Shahih.[16]
Beberapa kitab karya Al-Bukhari antara lain:
1. Al-Jami’ As-Shahih
Karya ini disebut dengan nama Al-Jami’ Ash-Shahih Al-Musnad min
Hadits Rasulillah SAW sunnatihi wa Ayyamihi. Al-Jami’ Al-Musnad Al-Shahih
Al-Mukhtashr min Umar Rasulullah wa Sunnatihi wa Ayyamihi atau biasa disebt
“Shahih Al-Bukhari”. Yakni kumpulan hadits-hadits shahih yang beliau persiapkan
selama 16 tahun.[17]
Kitab tersebut berisikan hadits-hadits shahih semuanya, berdasarkan
pengakuan beliau sendiri, ujarnya: “saya tidak memasukkan dalam kitabku ini,
kecuali shahih semuanya”. Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab
Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat
secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan.
Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An-Nawawi dalam kitab
At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya
untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih
Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah
dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2602 buah.
Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung)
namun marfu’ (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih
termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara
para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata
karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
Banyak ulama yang membuat syarah dari Shahih Bukhari tersebut,
antara lain[18]:
Ibnu Hajar, Al-‘Ayni Al-Hanafi, Qasthallani, serta Jalal Al-Din As-Suyuthi.
2. At-Tarikh Al-Kabir
Karya ini ditulis oleh beliau ketika usianya baru mencapai 18
tahun. Lebih tepatnya ketika dia berada di Masjid Nabawi di Madinah pada saat
rembulan bersinar terang. Oleh beliau, kitab ini dihadiahkan kepada Abdullah
bin Thahir yang menjabat sebagai Amir di Khurasan. Ketika memberikan kitab ini
beliau berkata kepada Amir, “Ketahuilah, aku akan menunjukkan kepadamu sesuatu
yang menakjubkan.”
3.
Al-Adab
Al-Mufradullah Al-Jailani
Kitab ini berisi akhlak dan adab Rasulullah SAW. kitab ini telah
tercetak bersama syarahnya. Orang yang memberikan syarah kitab ini adalah
Fadlullah Al-Jailani dengan nama Fadlullah Ash Shamad fi Taudhih Al Adab
Al-Mufrad, cetakan Mathba’ah Aas-Salafiyah.
4.
Adh-Duafa’
Terdapat dua kitab dengan nama tersebut yaitu Shogir (kecil) dan
Kabir (besar). Mengandung sejumlah perawi-perawi hadits yang lemah.
5.
Al-Qiraat
Khalfa Al-Imam
Dikenali
sebagai juz Al-Qiraat, mengandung masalah bacaan makmum dibelakang imam dan
menyokong hujah tenteng diwajibkan membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat dalam
apa jua keadaan, sekalipun orang yang mendirikan sembahyang itu sebagai imam,
makmum atau bersendirian.[19]
F.
Imam Al-Bukhari Wafat
Usai mengisi hari-hari kehidupannya
dalam kesibukan menyebarkan ilmu (hadits), tiba saatnya beliau kembali
menghadap sang Ilahi, beliau sempat mengalami sakit sebelum wafat. Beliau wafat
pada malam Sabtu, malam hari raya Idul Fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M)
dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum wafat beliau berpesan agar
jenazahnya dikafani tiga helai kain, tanpa baju dan sorban. Saat proses
pemakaman jenazah, tersebar aroma wangi yang lebih harum dari minyak misk dari
kuburnya dan sempat bau harum itu bertahan selama beberapa hari. Jenazahnya
dimakamkan setelah sholat zhuhur di hari idul fitri. Dia telah menempuh
perjalanan hidup yang panjangdihiasi amal mulia. Semoga Allah melimpahkan
rahmat dan ridha-Nya kepadanya.[20]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Imam Al-Bukhari adalah seorang ahli
hadits yang lahir pada hari Jum’at 13 syawal 194 H = 21 Juli 810 M di kota Bukhara.
Beliau telah mempelajari dan menghafalkan banyak hadits sejak kecil. Banyak
guru yang telah menjadi guru beliau yang terbagi pada lima tingkatan. Selain itu
karena kepandaiannya, pantaslah jika beliau dijadikan seorang guru bagi para
imam besar ilmu hadits seperti Imam Muslim dan Imam Tirmidzi. Beliau juga
membuat karya-karya besar seperti kitab Al-Jami’ As-Shahih, Al-Adab
Al-Mufradullah Al-Jailani, dan masih banyak lagi. Beliau wafat pada malam
Sabtu, malam hari raya Idul Fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M) dalam usia 62
tahun kurang 13 hari.
B.
Saran
Setelah mengetahui bagaimana seorang
Al-Bukhari harusnya kita dapat mengambil pelajaran dari beliau. Diantaranya walaupun
usia masih muda beliau telah bersemangat mencari ilmu. Selain itu beliau juga
telah menghafal banyak hadits, baginya untuk dapat menghafal hanyalah
dibutuhkan keinginan yang kuat untuk menghafal.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Utsman. 1993. Kutubus Sittah. Surabaya:
Pustaka Progresif.
Masturi Ilham.
2008. 60 Biografi Ulama Salaf. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Meth Kieraha.
1993. Memahami Ilmu Hadis telaah Metodologi dan Literature Hadis. Jakarta:
Lentera.
Muh. Zuhri.
1997. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya.
Munzier
Suparta. 2002. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada. Hal 239.
Tim Pustaka
Firdaus. 1993. Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Zainal Abidin
Ahmad. 1975. Imam Bukhari Pemuncak Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Asami
man rawa ‘anhum Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Hafizh Ibnu ‘Adi al-Jurjani, tahqiq Badr bin Muhammad
al-‘Ammasy, hlm 60.
Imam
Al-Bukhari, Satu Tanda Kekuasaan Allah.
Ustadz Abu Minhal, L.c.
As-Siyar, 12/406
tmf56QVg1337057357.pdf.
http://id.wikipedia.org/wiki/Cara_Imam_Bukhari_dalam
_menulis_kitab_hadits.
http://100tokohislam.blogspot.com
[1]
http://100tokohislam.blogspot.com
[2] Zainal Abidin
Ahmad. 1975. Imam Bukhari Pemuncak Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
[3] Asami man rawa
‘anhum Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Hafizh Ibnu ‘Adi al-Jurjani,
tahqiq Badr bin Muhammad al-‘Ammasy, hlm 60.
[4] Muh. Zuhri.
1997. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya.
[5] Meth Kieraha.
1993. Memahami Ilmu Hadis telaah Metodologi dan Literature Hadis. Jakarta:
Lentera.
[6] Hadits yang
disandarkan kepada sahabat, dengan kata lain perkataan, perbuatan dan taqrir
sahabat.
[8] Munzier
Suparta. 2002. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada.
[9] http://opi.110mb.com/haditsweb/sejarah/sejarah_singkat_imam_bukhari.htm.
[10] Muh. Zuhri.
1997. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya.
[11] As-Siyar, 12/406
[12] Masturi Ilham.
2008. 60 Biografi Ulama Salaf. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
[13] Ahmad Utsman. 1993. Kutubus Sittah. Surabaya:
Pustaka Progresif.
[14] tmf56QVg1337057357.pdf.
[16] http://id.wikipedia.org/wiki/Cara_Imam_Bukhari_dalam
_menulis_kitab_hadits.
[17] Munzier
Suparta. 2002. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada. Hal 239.
[18] Tim Pustaka
Firdaus. 1993. Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.
[19] http://imam-albukhari.blogspot.co.id/2012/06/karangan-karangan-imam-al-bukhari.html?m=1.13.14.
[20] tmf56QVg1337057357.pdf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar