Sabtu, 03 Oktober 2015

Perkembangan Pikiran Manusia

Bab I
Pendahuluan

1.    Latarbelakang

Ilmu filsafat yang merupakan hasil dari kebutuhan manusia dalam mencari kebenaran dalam menjalani hidup ini merupakan sesuatu yang sangat fundemental di dalam ilmu pengetahuan, karena filsafat sendiri merupakan hasil dari pemikiran manusia yang didasari oleh rasa kebutuhan dalam menemukan sebuah kebenaran, walaupun ilmu ini di tradisikan oleh pemikir barat dewasa ini, namun tidak ada salahnya kita mengambil segi-segi positifnya, dan membuang sisi-sisi negatifnya untuk tidak kita ulangi, sebagaimana yang di lakukan oleh ‘ulama islam terdahulu seperti ibnu rusydi ,ibnu sina, imam ghozali dan lain sebagainya. Mereka mampu menguasai ilmu filsafat sekaligus memfilter pemikiran-pemikiran negatif para filosof barat.
Ditinjau dari sudut sejarah, filsafat barat memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini didasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu itu.
Pertama, adalah zaman yunani kuno, ciri yang menonjol dari filsafat yunani kuno adalah ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut kosmosentris.
Kedua, adalah zaman abad pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama kristiani, akibatnya perkembangan alam pemikiran eropa pada abad pertengahan sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama, sehingga pemikiran filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran filsafat sebenarnya.
Ketiga, adalah zaman abad modern, para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat abad pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada abad pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun seperti agama dan gerejanya serta raja dan kekuasan politiknya, kecuali
 keempat, adalah abad kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris, artinya teks menjadi tema sentral diskursus filsafat.
Kemudian para filsuf menggunakan sudut pandang yang berbeda sehingga menghasilkan filsafat yang berbeda pula. Dari beberapa banyak aliran filsafat, kami hanya membahas aliran filsafat rasionalisme,emperisme, critisme, dan verifikatif .  Di antara aliran atau paham yang satu dan yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep dasar sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling dipertentangkan. Justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang pa¬s dengan persoalan yang sedang kita hadapi.





B.rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut :
1.Apa pengertian dari rasionalisme,emperisme, critisme, dan verifikatif ?
2.siapa saja yang berperan dan paling berperan dalam aliran-aliran filsafat ?
3.bagaimana pemahaman jenis-jenis dari masing-masing aliran filsafat tersebut ?

C.tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian pemahaman dari aliran-aliran tersebut diatas
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran-    
Aliran dalam filsafat. 

Bab II
Pembahasan

A.rasionalisme

    Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpentinguntuk memperoleh pengetahuan . menurut Aliran ini berpendapat bahwa sumber penggetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah dengan berfikir , dalam pembahasan suatu teori pengetahuan ini, maka rasionalisme menempati sebuah tempat yang sangat penting. Paham ini dikaitkan dengan kaum rasionalis abad ke-17 dan ke-18, tokoh-tokohnya ialah rene descartes, spinoza, leibzniz, dan wolff, meskipun pada hakikatnya akar pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran para filsuf klasik misalnya plato, aristoteles, dan lainnya.
Paham ini beranggapan, ada prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh rasio manusia. Dari prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia. Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia dan tidak dijabarkan dari pengalaman, bahkan pengalaman empiris bergantung pada prinsip-prinsip ini.
Penerapan kaidah-kaidah berfikir yang benar telah menghantarkan para filosof (pecinta kebijaksanaan) besar pada keyakinan yang pasti akan keberadaan tuhan.
Jelas penerapan logika bagi mereka tidak menentang agama. Malah sebaliknya, me-real-kan agama sampai ke seluruh pori-pori rohaninya yang mungkin. Atau dengan kata lain, mencapai hakikat.
Dalam dialog terakhir socrates, digambarkan betapa figur filsuf ini mati tersenyum setelah menyebut nama tuhan sebelum akhir hayatnya alih-alih logika menentang agama, malah logika adalah kendaraan “super-executive” untuk mencapai hakikat kebenaran spiritual. Dan sekali lagi alih-alih logika menentang agama, tanpa logika agama tak-kan dapat terpahami.
Dalam karya descartes ,ia menjelaskan pencarian kebenaran melalui metode keragu-raguan,karyanya yang berjudl A Discourse on Methode  mengemukakan perlunys memperhatikan empat hal berikut :
1.Kebenaran baru-baru benar sahih jika telah benar-benar indrawi.
2.Pecahkanlah setiap kesulitan itu sebanyak mungkin , hingga tak ada satupun keragaun yang bisa merobohkannya
3.Menyusun pikiran dengan teratur mulai dari yang sederhana sampai ke sesuatu yang rumit dan kompleks.
4.Dalam memeriksa hal yang sulit ,selamanya harus di buat pertimbangan yang menyeluruh ,sehingga bekeyakinan bahwa tak ada satupun yang ketinggalan dalam penjelajahannya itu.
Adapun hal yang paling fundemental  dalam mencari kebenaran adalah senantiasa merujuk pada prinsip cogito ergo sum. Hal tersebut di sebabkan bahwa kebenaran dalam diri sendiri lebih memungkinkan terjaga, dalam diri ada tiga ide bawaan sejak lahir yaitu :
1. Pemikiran, sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk berfikir, harus di yakini juga bahwa pemikiran adalah hakikat saya.

2.Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna . karena saya mempunyai ide sempurna ,mesti ada penyebab sempurna untuk ide itu karena ada akibat tidak bisa melebihi penyebabnya, wujud yang sempurna itu tidak lain adalah Allah.

3.Keluasan .materi sebagai keluasan atau ekstensi, sebagaiman hal itu di pelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.

Untuk menjajaki sebuah hal yang di anggap benar descartes mengandalkan metode keraguan, dan keraguan ini bukanlah sebuah tujuan, tujuan metode ini adalah bergerak dari keraguan menuju kepastian, keraguan yang ia pekai hanya untuk menjelaskan sesuatu yang dapat di ragukan dari sesuatu yang tidak dapat di ragukan.
tokoh-tokoh rasionalisme adalah :
1. Rene descartes (1596 -1650)
2. Nicholas malerbranche (1638 -1775)
3. B. De spinoza (1632 -1677 m)
4. G.w.leibniz (1946-1716)
5. Christian wolff (1679 -1754)
6. Blaise pascal (1623 -1662 m)


B. Empirisme

Empirisme adalah salah satu aliran dalam filasuf yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan  mengecilkah peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani, empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme.
Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivisme logis (logical positivisme) dan filsafat ludwig wittgenstein. Akan tetapi teori makna dari empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran. Materi sebagai gelombang pengalaman kesadaran. Materi sebagai pola (pattern) jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.
Teori yang kedua yaitu teori pengetahuan. Menurut orang rasionalis ada bebreapa kebenaran umum. Seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Empirisme menolah pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional, semua kebenaran yang disebut tdai adalah kebenaran yang diperoleh lewat obeservasi jadi ia kebenaran a poseriori.
Sementara menurutDavid Hume bahwa seluruh isi pemikiran berasal dari pengalaman, yang ia sebut dengan istilah “persepsi”. Menurut hume persepsi terdiri dari dua macam, yaitu:
kesan-kesan dan gagasan. Kesan adalah persepsi yang masuk melalui akal budi, secara langsung, sifatnya kuat dan hidup. Sementara gagasan adalah persepsi yang berisi gambaran kabur tentang kesan-kesan. Gagasan bisa diartikan dengan cerminan dari kesan. Contohnya, jika saya melihat sebuah “rumah”, maka punya kesan tertentu tentang apa yang saya lihat (rumah), jika saya memikirkan sebuah rumah maka pada saat itu saya sedang memanggil suatu gagasan. Menurut hume jika sesorang akan diberi gagasan tentang “apel” maka terlebih dahulu ia harus punya kesan tentang “apel” atau ia harus terlebih dahulu mengenal objek “apel”. Jadi menurut hume jika seandainya manusia itu tidak memiliki alat untuk menemukan pengalaman itu buta dan tuli misalnya, maka manusia itu tidak akan dapat memperoleh kesan bahkan gagasan sekalipun. Dalam artian ia tidak bisa memperoleh ilmu pengetahuan.



Tokoh-tokoh imperialisme:

1.Francis bacon (1210-1292 m)
Menurut francis bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuah inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati.
2.Thomas hobbes (1588-1679 m)
Menurut thomas hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yangyang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan interlektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data inderawi belaka
3.John locke (1632-1704 m)
Ia adalah filosuf inggris yang banyak mempelajarai agama kristen. Filsafat locke dapat dikatakan anti metafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh descaretes. Ia juga menolak metoda deduktif descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman; jadi, induksi. Bahkan locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi

C. Kritisisme

Pendirian aliran rasionalisme dan emperisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme berpendirian bahwa rasiolah sumber pengalan/pengetahuan, sedang empirisme sebaliknya berpendirian bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber tersebut.
Imanuel kant (1724-1804 m) berusaha mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan kritisisme (aliran yang krisis). Untuk itulah ia menulis 3 buku yang berjudul :
•  kritik der rainen vernuft ( kritik atas rasio murni)
•  kritik der urteilskraft ( kritik atas dasar pertimbangan)
•  kritik rasio praktis
Menurut kant dalam pengenalan inderawi selalu sudah ada 2 bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subyek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subyek yang mengindera, tetapi realitas (das ding an sich = benda dalam dirinya) tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejala-gejala yang merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luas (aposteriori) dengan bentuk ruang dan waktu (apriori)

    Oleh karna itu kritisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak, yang kemudian menimbulkan tiga pandangan, yaitu:
1.Bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan objek
2.Pengenalan manusia atas sesuatu, itu di peroleh atas dasar apriori (berasal dari rasio)
3.Menegaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu di peroleh atasperpaduanantara unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari penglaman yang berupa materi ( juhaya s. Pradja,1779:76-77)

        Dengan kritisme yang di ciptakan oleh immanuel kant, hubungan antara akal dan pengalaman menjadi harmonis sehingga pengetahuan tidak lagi hanya dengan apriorinya saja, tetapi juga aposteriori bukan hanya rasio tapi juga , melainkan juga dengan indrawi.
Kritisme Immanuel kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam mencari sebuah kebenaran sesuatu yang juga tentang kebenaran subtanstial dari sesuatu itu, kant seoalah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak menemukan kebenaran , begitu juga pengalaman , karna tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagai mana mimpi yang nyata ,tetapi tidak real , yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
    Dengan pemahaman tersebut, seharusnya rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu pradigma baru bahwa kebenaran yang empiris harus rasional ,sebagimana kebenaran rasional harus empiris.

D.  Verifikatif

Verifikasi berasal dari bahasa inggris, yakni ‘verification’, yang artinya pemeriksaan tentang suatu kebenaran atas laporan, pernyataan, dan lain-lain. Verifikasi merupakan salah satu cara pengujian hipotesis yang tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip, generalisasi, dan hukum-hukum. Verifikasi adalah pandangan yang dikembangkan oleh neo-positivisme atau yang di kenal positivisme logis. Pandangan ini dipengaruhi oleh auguste comte (1798-1857) tentang pengetahuan yang berlandaskan pada pendekatan logis dan pasti ( positif). Aliran ini berpendapat bahwa :

•    sumber pengetahuan terletak pada pengalaman yang berasal dari panca indra (empiris).
•    dengan adanya logika dan matematika, dapat digunakan sebagai pengolah suatu data empiris.
•    adanya demarkasi ( garis batas) antara pernyataan yang bermakna dan yang tidak bermakna.
•    menolak metafisika yang menggunakan ungkapan atau pernyataan bahasa yang tidak bermakna.
•    filsafat ilmu pengetahuan dipandang sebagai logika ilmu yang di susun berdasarkan analogi logika formal (diarahkan pada forma atau bentuk) dan pernyataan-pernyataan yang logis.

Menurut moritz sclick, verifikasi merupakan pengamatan empiris secara langsung, artinya pernyataan yang di ambil langsung dari objek yng di amati itulah yang benar-benar mengandung makna. Oleh karenanya, pengetahuan di mulai dari suatu pengamatan peristiwa. Dalam hal ini alfred jules ayer menegaskan bahwa verifikasi merupakan suatu cara untuk merumuskan suatu proposisi (pernyataan) jika pernyataan yang diungkapkan itu dapat di analisis atau dapat di verifikasi secara empiris.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya verifikasi di gunakan untuk mencari garis pemisah antara pernyataan yang bermakna (meaningful) dan yang tidak bermakna (meaningless). Artinya, jika suatu pernyataan dapat di verifikasi, maka pernyataan tersebut adalah bermakna, sebaliknya jika suatu pernyataan tidak dapat diverifikasi, maka pernyataan tersebut tidak bermakana. Dalam hal ini, prinsip dasar verifikasi ialah terletak pada proposisinya (suatu pernyataan). Suatu proposisi dinyatakan bermakna jika dapat diuji dengan pengalaman (empiris) dan dapat diverifikasi dengan pengamatan (observasi).
Pandangan verifikasi menolak atas metafisika. Karena metafisika di anggap tidak bermakna sebab metafisika mengandung proposisi yang tidak dapat di verifikasi. Menurut rudolf carnap (1891-1970), metafisika merupakan proposisi yang “pseudo-statements”, yakni suatu proposisi (pernyataan) yang melanggar aturan-aturan sintaksis logika dari pembuktian empiris. Oleh karenanya, pernyataan metafisis harus ditolak, karena metafisis bertentangan dengan kriteria empiris.
Verifikatif; bahwa ilmu mengandung kebenaran-kebenaran yang terbuka untuk diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah (valid) dan disampaikan kepada orang lain. Kemungkinan diperiksa kebenaran (verifikasi) dimaksud lah yang menjadi ciri pokok ilmu yang terakhir. Pengetahuan, agar dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka untuk diuji atau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan akhirnya diakui benar. Ciri verifikasif ilmu sekaligus mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa mengarah pada tercapainya kebenaran. Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam kehidupan manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran tersebut dapat berupa azas-azas atau kaidah-kaidah yang berlaku umum atau universal mengenai pokok keilmuan yang bersangkutan. Melalui itu, manusia berharap dapat membuat ramalan tentang peristiwa mendatang dan menerangkan atau menguasai alam sekelilingnya. Contohnya, sebelum ada ilmu maka orang sulit mengerti dan meramalkan, serta menguasai gejala atau peristiwa-peristiwa alam, seperti; hujan, banjir, gunung meletus, dan sebagainya. Orang, karena itu, lari kepada tahyul atau mitos yang gaib. Namun, demikian, setelah adanya ilmu, seperti; vulkanologi, geografi, fisis, dan kimia maka dapat menjelaskan secara tepat dan cermat bermacam-macam peristiwa tersebut serta meramalkan hal-hal yang akan terjadi kemudian, dan dengan demikian dapat menguasainya untuk kemanfaatan diri atau lingkungannya. Berdasarkan kenyataan itu lah, orang cenderung mengartikan ilmu sebagai seperangkat pengetahuan yang teratur dan telah disahkan secara baik, yang dirumuskan untuk maksud menemukan kebenaran-kebenaran umum, serta tujuan penguasaan, dalam arti menguasai kebenaran-kebenaran ilmu demi kepentingan pribadi atau masyarakat, dan alam lingkungan.

Bab III
Penutup

A. Kesimpulan

Rasionalisme merupakan aliran falsafah yang berpandangan bahwa dasar dan sumber pengetahuan, atau secara umum falsafah, adalah akal atau rasio. Adalah akal, yang bisa dijadikan dasar sekaligus sumber pengetahuan, sehingga berhasil memperoleh pengetahuan yang tetap dan pasti, serta absolut dan universal.
Sebagai sebuah epistemologi, rasionalisme menggunakan aksioma-aksioma, pengertian-pengertian atau prinsip-prinsip umum rasional yang bersifat a-priori, sebagai basis pengetahuan sekaligus sebagai sumber. Apa yang bersesuaian dengan prinsip- prinsip dimaksud ini, dan segala hal yang dapat dideduksikan dari prinsip-prinsip tersebut, itulah pengetahuan bagi kalangan rasionalisme. Sesuatu yang tidak dideduksikan dari prinsip-prinsip a-priori, atau tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, itu bukanlah pengetahuan, ia hanyalah sekedar opini.
Rasionalisme  keberpihakannya hanya terhadap akal atau rasio, rasionalisme pada akhirnya memang banyak menuai kritik. Tak lama sepeninggal rene descartes sang bapak kontinental rasionalisme, david hume (1711-1776) misalnya, telah mengkritik bahwa akal hanyalah sekedar budak daripada nafsu, yang tidak bisa tidak mengabdi kepada nafsu, pastinya selalu mengabdi.
Namun demikian, problem dan kritik atas rasionalisme tersebut, tentunya bukan berarti bahwa rasionalisme tidak mempunyai arti atau manfaat sama sekali. Sebaliknya, sebagai sebuah aliran falsafah sekaligus sebuah epistemologi, kiranya rasionalisme telah berjasa banyak bagi sejarah falsafah.# melalui bapak kontinentalnya, rasionalisme telah menjadi pintu utama bagi kelahiran falsafah babak modern, yang pada gilirannya telah berhasil melahirkan berbagai aliran-aliran falsafah lainnya, termasuk aliran yang menentangnya.
Empirisme adalah suatu paham yang menekankan pengalaman atau panca indera dalam sumber pemikirannya dan pengetahuannya. Kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang kongkret. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indera manusia. Gejala itu kalau kita telaah lebih lanjut mempunyai beberapa karakteristik tertentu, umpamanya saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau dipanaskan akan memanjang. Langit mendung diikuti dengan turunnya hujan. Demikian seterusnya dimana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu. Di samping itu, kita melihat adanya karakteristik lain yakni adanya persamaan dan pengulangan. Dengan mempergunakan metode-metode induktif maka dapat dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual.
Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Suatu kumpulan mengenai fakta, atau kaitan antara berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu system pengetahuan yang sistematis.
Verifikasi merupakan salah satu cara pengujian hipotesis yang tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip, generalisasi, dan hukum-hukum. Pada dasarnya verifikasi di gunakan untuk mencari garis pemisah antara pernyataan yang bermakna (meaningful) dan yang tidak bermakna (meaningless). Verifikasi adalah pandangan yang dikembangkan oleh neo-positivisme atau yang di kenal positivisme logis yang mendapat pengaruh dari auguste comte (1798-1857).
Falsifikatif merupakan salah satu teori untuk menilai, menguji, dan membuktikan suatu kebenaran. Falsifikatif adalah sebuah model pengujian kebenaran yang menganggap jika kriteria kebenaran ilmiah dari sebuah teori harus dapat disalahkan, di sangkal, dan dapat di uji. Artinya, suatu teori atau hipotesa harus di buktikan kesalahannya, bukan untuk di buktikan kebenarannya. Jadi semakin besar kemungkinan teori itu untuk di sangkal, dan teori tersebut tetap bertahan, maka senakin kokoh pula kebenaran ayng terkandung dalam teori tersebut.

B. Saran
Suatu ilmu pengatahuan jika kita tidak mencarinya/menuntutnya, sudah jelas pasti tidak akan datang dengan sendirinya. Untuk itu tuntutlah ilmu itu. Dan kajilah sedalam-dalamnya.
“Allah mengangkat orang-orang beriman diantara kalian dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga beberapa derajat.” (Al-Mujadalah:11)


Daftar pustaka

Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Baru 2. Yogyakarta : Kanisius
Syadali, Ahmad dan Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung : Pustaka Setia
Atang, abdul hakim.Beni ahmad saebani . 2008. Filsafat umum. Bandung : pustaka setia
Juhaya S, Praja.2008. Aliran-aliran filsafat dan etika . Jakarta : Prenada media
   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar