Minggu, 27 Maret 2016

PENGARANG ILMU SHOROF

NAMA                        :  TRY DARA AMELLIA FERNANDO
NIM                            : 1593054031
FAK/PRODI               :  TARBIYAH/PENDIDIKAN BAHASA ARAB
MATA KULIAH         :  SHOROF
DOSEN PENGAMPU MATKUL       :  LAILATUL QOMARIYAH, M.PdI

PENGARANG ILMU SHOROF
Setelah kita mengetahui bagaimana perkembangan ilmu nahwu dan ilmu shorof, selanjutnya kita akan membahas tentang pengarang ilmu tersebut. Banyak perbedaan pendapat antar pakar sejarah tentang pengarang ilmu shorof, yang tercatat sebagai berikut :
1.     Disebutkan oleh sebagian riwayat, bahwa pertama kali yang mengarang ilmu shorof adalah Nashir bin Ashim (wafat 89 H), adapun Abdurrahman bin Harmaz (wafat 117H), adapun Abu Ishak Al-Hadromi (wafat 117 H), adapun Yahya bin Ya’mar (wafat 169 H) dan riwayat ini belum menyimpulkan kebenaran yang pasti.
2.     Disebutkan oleh Syekh Kholid dan Sayuthi dan Shiban dan Syekh Ahmad Al- Hamlawi bahwa pengarang pertama ilmu shorof adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra (wafat 187 H). Sayuthi menyatakan : Abu Ja’far yang  menjabat sebagai ketua pemerintahan saat itu berkata “Mu’adz bin Muslim Al-Harra dia adalah seorang ahli nahwu terkenal dan dia juga yang mengarang ilmu shorof”. Dan pada saat itu Abu Ja’far mengabarkan kepada rakyatnya bahwa pengarang ilmu shorof yang terkenal adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra dan dia juga yang menyusun susunan kata-kata sesuai kaidah bahasa arab.
3.     Ustadz Doktor Abdul Fakhir berpendapat bahwa pengarang ilmu shorof adalah pengarang ilmu nahwu juga, dan dia menolak pendapat  bahwa Mu’adz adalah pengarang ilmu shorof, dan alasan ini diperkuat dengan bukti-bukti berikut:
a.      Bahwa tarjamahan kitab yang dikarang Sayuthi pada saat itu tidak menerangkan bahwa Mu’adz adalah pengarang ilmu shorof.
b.     Bahwa ulama terdahulu dan modern dari Basrah dan Kufah dan lain-lain belum menyampaikan kepada kami kaidah ilmu shorof yang dinyatakan bahwa pengarangnya adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra yang sebagai pendahulu Kuffah
c.      Dikatakan dalam kitab “Abniyatul Fi’li” bahwa pengarang ilmu shorof yang pertama adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra, namun pendapat ini dinilai lemah karena sanadnya yang lemah juga. Dan pendapat ini tidak menyimpulkan kepastian bagi para ulama.
Dan dari pendapat ini menyimpulkan bahwa pengarang ilmu nahwu sekaligus ilmu shorof adalah Imam Ali Karamallahu. Dan dari sini Doktor Muhammad Salim Muhsin berpendapat : Pengarang ilmu shorof pertama adalah Imam Ali bin Abi Tholib RA (wafat 40 H), dan beliau berkata bahwa Imam Ali RA adalah pertama kali yang mengingatkan tentang kesalahan susunan kata oleh para pembicara, dan Imam Ali RA yang menyusun serta mengarang bab-bab dalam unsur ilmu shorof.
Dan Ashim Nuruddin berpendapat yang berdasar pada bukti ini : “Maka Ali bin Abi Tholib RA adalah orang pertama yang bebicara tentang ilmu nahwu dan shorof, dan membuat sebuahketetapan dalam aturan-aturan tata bahasa” dan alasan-alasan ini diperkuat dengan bukti sebagai berikut :
1.     Sesungguhnya Ali RA adalah orang arab yang terfasih setelah Rasulullah SAW dan banyak kelebihan dari Rasulullah SAW yang tergambar dalam diri Ali RA, begitu juga kecerdasannya  yang berkesan bagi umat muslim yang berasaskan Al Qur’an dan syari’at-yari’at.
2.     Bahwa ilmu nahwu yang ditegaskan oleh Ali RA tidak bertentangan dengan kehidupan agama, karena nahwu bermanfaat dalam memahami Al-Qur’an dan hadist nabi yang berhubungan dengan kehidupan agama dan dunia.
3.     Banyak dari pakar sejarah berpendapat bahwa Ali RA adalah pengarang ilmu nahwu, dan sesungguhnya beliau berkata kepada Abu Aswad Ad-Duali : “Ikutilah jalan ini”.
Namun dari alasan-alasan diatas terdapat alasan yang menunjukkan bahwa Ali RA belum pernah mengarang kitab yang lengkap dan sempurna dalam ilmu nahwu dan sesungguhnya Imam Ali RA hanya mengarang tentang cara-cara umum  dalam ilmu nahwu, dan beliau meninggalkan bagian-bagian yang penting dalam ilmu nahwu yang mana bagian itu dikarang oleh Abu Aswad Ad-Duali. Hal ini diumpamakan seperti seorang arsitektur yang menggambar garis-garis yang tersusun menjadi sebuah gambar bangunan dan meninggalkan bagian terpentingnya yaitu pembangunannya, yang mana pembangunan itu dikerjakan oleh ahli bangunan.Dan tidak diragukan lagi gagasan ini cukup memuaskan para pakar sejarah bahwa Imam Ai RA dan Abu Aswad Ad-Duali memiliki jalur dan tujuan yang sama.
Dan telah jelas juga bahwa pengarang imu shorof adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra. Dan telah dijelaskan oleh orang-orang yang benar bahwa dia adalah orang pertama yang menyusun ilmu shorof menjadi bentuk yang teratur. Dan Ustadz Doktor Ghuraib Nafi’ berkata : “Sesungguhnya orang pertama yang menyusun ilmu shorof, dengan penjelasannya adalah Mu’adz Bin Muslim Al-Harra (wafat 187 H) dialah yang memulai pembahasan secara mendalam tentang kaidah perubahan kata dalam bahasa arab”. Dari sini banyak dari para ulama mengikuti langkah-langkah yang dikarang oleh Mu’adz bin Muslim Al-Harra.
Abdul Aziz Fakhir berpendapat bahwa orang pertama yang mengarang ilmu shorof dan kaidah-kaidah dalam ilmu nahwu adalah Abu Utsman Al-Mazani (wafat 249 H) dalam kitab “At-Tashrif” yang di jelaskan oleh Ibnu Jani dalam keterangannya, namun pendapat itu lemah sebagaimana  Ahmar Abi Hasan Ali Bin Hasan yang tereknal dengan Ahmar (wafat 194 H) yang membuat kitab “Tasrif” yang dikutip oleh Doktor Abu Ali Al-Faris.

4 komentar:

  1. Terimakasih atas postingan anda ttg sejarah pengarang Ilmu Sharaf ini, sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas makalah. boleh saya mengetahui dimana anda mengambil rujukan dari postingan anda? saya ingin membaca rujukan tsb krn ingin menambah pengetahuan saya, terimakasih

    BalasHapus
  2. Abu Muslim Mu'adz bin Muslim al-Harra an-Nahwi al-Kufi (Arab: أبو مسلم معاذ بن مسلم الهرا النحوي الكوفي‎) atau lebih dikenal dengan Muadz bin Muslim (wafat pada tahun 187 H/803) adalah seorang ulama dibidang bahasa Arab dan nahwu. Ia mengajarkan qira'at al-Qur'an dan meriwayatkan hadis kepada Al-Kisa'i, menceritakan banyak hikayat dalam qira'atnya tersebut, menulis banyak karya tulis dibidang nahwu namun karya tulisnya tidak ditemukan pada zaman sekarang ini. Pada zamannya ia dikenal sebagai orang yang memiliki umur yang panjang, ia memiliki banyak anak dan anak-anaknya memiliki anak-anak, hingga semuanya wafat dan tersisalah ia. Diceritakan dalam salah satu buku yang menceritakan sahabat dari Muadz: Saya menemani Muadz bin Muslim dalam waktu yang lama, pada suatu hari saya bertanya kepadanya, berapa umurmu? maka ia menjawab: enam puluh tiga tahun, kemudian kami menetap beberapa tahun dan saya bertanya kembali kepadanya, berapa umurmu? maka ia menjawab: enam puluh tiga tahun, dan saya pun berkata: Saya telah menetap bersamamu selama dua puluh satu tahun, tetapi setiap saya bertanya berapa umurmu, anda selalu menjawab enam puluh tiga tahun, maka Muadz berkata: Seandainya kamu tinggal bersamaku lagi selama dua puluh satu tahun lagi maka tidak akan aku jawab kecuali dengan jawaban tersebut

    BalasHapus