NAMA : TRY DARA AMELLIA FERNANDO
NIM : 1593054031
FAK/PRODI : TARBIYAH/PENDIDIKAN BAHASA ARAB
MATA KULIAH :
SHOROF
DOSEN PENGAMPU
MATKUL : LAILATUL QOMARIYAH, M.PdI
PENGARANG ILMU SHOROF
Setelah kita mengetahui bagaimana perkembangan
ilmu nahwu dan ilmu shorof, selanjutnya kita akan membahas tentang pengarang
ilmu tersebut. Banyak perbedaan pendapat antar pakar sejarah tentang pengarang
ilmu shorof, yang tercatat sebagai berikut :
1.
Disebutkan oleh sebagian riwayat, bahwa pertama kali yang
mengarang ilmu shorof adalah Nashir bin Ashim (wafat 89 H), adapun Abdurrahman
bin Harmaz (wafat 117H), adapun Abu Ishak Al-Hadromi (wafat 117 H), adapun
Yahya bin Ya’mar (wafat 169 H) dan riwayat ini belum menyimpulkan kebenaran
yang pasti.
2.
Disebutkan oleh Syekh Kholid dan Sayuthi dan Shiban dan
Syekh Ahmad Al- Hamlawi bahwa pengarang pertama ilmu shorof adalah Mu’adz bin
Muslim Al-Harra (wafat 187 H). Sayuthi menyatakan : Abu Ja’far yang menjabat sebagai ketua pemerintahan saat itu
berkata “Mu’adz bin Muslim Al-Harra dia adalah seorang ahli nahwu terkenal dan
dia juga yang mengarang ilmu shorof”. Dan pada saat itu Abu Ja’far mengabarkan
kepada rakyatnya bahwa pengarang ilmu shorof yang terkenal adalah Mu’adz bin
Muslim Al-Harra dan dia juga yang menyusun susunan kata-kata sesuai kaidah
bahasa arab.
3.
Ustadz Doktor Abdul Fakhir berpendapat bahwa pengarang
ilmu shorof adalah pengarang ilmu nahwu juga, dan dia menolak pendapat bahwa Mu’adz adalah pengarang ilmu shorof,
dan alasan ini diperkuat dengan bukti-bukti berikut:
a. Bahwa tarjamahan kitab yang dikarang Sayuthi
pada saat itu tidak menerangkan bahwa Mu’adz adalah pengarang ilmu shorof.
b. Bahwa ulama terdahulu dan modern dari Basrah
dan Kufah dan lain-lain belum menyampaikan kepada kami kaidah ilmu shorof yang
dinyatakan bahwa pengarangnya adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra yang sebagai
pendahulu Kuffah
c. Dikatakan dalam kitab “Abniyatul Fi’li” bahwa
pengarang ilmu shorof yang pertama adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra, namun
pendapat ini dinilai lemah karena sanadnya yang lemah juga. Dan pendapat ini
tidak menyimpulkan kepastian bagi para ulama.
Dan dari pendapat ini menyimpulkan bahwa
pengarang ilmu nahwu sekaligus ilmu shorof adalah Imam Ali Karamallahu. Dan
dari sini Doktor Muhammad Salim Muhsin berpendapat : Pengarang ilmu shorof
pertama adalah Imam Ali bin Abi Tholib RA (wafat 40 H), dan beliau berkata bahwa
Imam Ali RA adalah pertama kali yang mengingatkan tentang kesalahan susunan
kata oleh para pembicara, dan Imam Ali RA yang menyusun serta mengarang bab-bab
dalam unsur ilmu shorof.
Dan Ashim Nuruddin berpendapat yang berdasar
pada bukti ini : “Maka Ali bin Abi Tholib RA adalah orang pertama yang bebicara
tentang ilmu nahwu dan shorof, dan membuat sebuahketetapan dalam aturan-aturan
tata bahasa” dan alasan-alasan ini diperkuat dengan bukti sebagai berikut :
1. Sesungguhnya Ali RA adalah orang arab yang
terfasih setelah Rasulullah SAW dan banyak kelebihan dari Rasulullah SAW yang
tergambar dalam diri Ali RA, begitu juga kecerdasannya yang berkesan bagi umat muslim yang
berasaskan Al Qur’an dan syari’at-yari’at.
2. Bahwa ilmu nahwu yang ditegaskan oleh Ali RA
tidak bertentangan dengan kehidupan agama, karena nahwu bermanfaat dalam
memahami Al-Qur’an dan hadist nabi yang berhubungan dengan kehidupan agama dan
dunia.
3. Banyak dari pakar sejarah berpendapat bahwa
Ali RA adalah pengarang ilmu nahwu, dan sesungguhnya beliau berkata kepada Abu
Aswad Ad-Duali : “Ikutilah jalan ini”.
Namun dari alasan-alasan diatas terdapat
alasan yang menunjukkan bahwa Ali RA belum pernah mengarang kitab yang lengkap
dan sempurna dalam ilmu nahwu dan sesungguhnya Imam Ali RA hanya mengarang
tentang cara-cara umum dalam ilmu nahwu,
dan beliau meninggalkan bagian-bagian yang penting dalam ilmu nahwu yang mana
bagian itu dikarang oleh Abu Aswad Ad-Duali. Hal ini diumpamakan seperti
seorang arsitektur yang menggambar garis-garis yang tersusun menjadi sebuah
gambar bangunan dan meninggalkan bagian terpentingnya yaitu pembangunannya,
yang mana pembangunan itu dikerjakan oleh ahli bangunan.Dan tidak diragukan
lagi gagasan ini cukup memuaskan para pakar sejarah bahwa Imam Ai RA dan Abu
Aswad Ad-Duali memiliki jalur dan tujuan yang sama.
Dan telah jelas juga bahwa pengarang imu
shorof adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra. Dan telah dijelaskan oleh orang-orang
yang benar bahwa dia adalah orang pertama yang menyusun ilmu shorof menjadi
bentuk yang teratur. Dan Ustadz Doktor Ghuraib Nafi’ berkata : “Sesungguhnya
orang pertama yang menyusun ilmu shorof, dengan penjelasannya adalah Mu’adz Bin
Muslim Al-Harra (wafat 187 H) dialah yang memulai pembahasan secara mendalam
tentang kaidah perubahan kata dalam bahasa arab”. Dari sini banyak dari para
ulama mengikuti langkah-langkah yang dikarang oleh Mu’adz bin Muslim Al-Harra.
Abdul Aziz
Fakhir berpendapat bahwa orang pertama yang mengarang ilmu shorof dan
kaidah-kaidah dalam ilmu nahwu adalah Abu Utsman Al-Mazani (wafat 249 H) dalam
kitab “At-Tashrif” yang di jelaskan oleh Ibnu Jani dalam keterangannya, namun
pendapat itu lemah sebagaimana Ahmar Abi
Hasan Ali Bin Hasan yang tereknal dengan Ahmar (wafat 194 H) yang membuat kitab
“Tasrif” yang dikutip oleh Doktor Abu Ali Al-Faris.
Terimakasih atas postingan anda ttg sejarah pengarang Ilmu Sharaf ini, sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas makalah. boleh saya mengetahui dimana anda mengambil rujukan dari postingan anda? saya ingin membaca rujukan tsb krn ingin menambah pengetahuan saya, terimakasih
BalasHapusAbu Muslim Mu'adz bin Muslim al-Harra an-Nahwi al-Kufi (Arab: أبو مسلم معاذ بن مسلم الهرا النحوي الكوفي) atau lebih dikenal dengan Muadz bin Muslim (wafat pada tahun 187 H/803) adalah seorang ulama dibidang bahasa Arab dan nahwu. Ia mengajarkan qira'at al-Qur'an dan meriwayatkan hadis kepada Al-Kisa'i, menceritakan banyak hikayat dalam qira'atnya tersebut, menulis banyak karya tulis dibidang nahwu namun karya tulisnya tidak ditemukan pada zaman sekarang ini. Pada zamannya ia dikenal sebagai orang yang memiliki umur yang panjang, ia memiliki banyak anak dan anak-anaknya memiliki anak-anak, hingga semuanya wafat dan tersisalah ia. Diceritakan dalam salah satu buku yang menceritakan sahabat dari Muadz: Saya menemani Muadz bin Muslim dalam waktu yang lama, pada suatu hari saya bertanya kepadanya, berapa umurmu? maka ia menjawab: enam puluh tiga tahun, kemudian kami menetap beberapa tahun dan saya bertanya kembali kepadanya, berapa umurmu? maka ia menjawab: enam puluh tiga tahun, dan saya pun berkata: Saya telah menetap bersamamu selama dua puluh satu tahun, tetapi setiap saya bertanya berapa umurmu, anda selalu menjawab enam puluh tiga tahun, maka Muadz berkata: Seandainya kamu tinggal bersamaku lagi selama dua puluh satu tahun lagi maka tidak akan aku jawab kecuali dengan jawaban tersebut
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapusSp bang
BalasHapus